Posted in Buku, MY FAVORITE BOOKS OF ALL TIME, Romance

Eleanor and Park

5579840._SX540_

picture is taken from here

 

Title : Eleanor and Park

Year : 2012

Writer : Rainbow Rowell

Genre : Romance

 

I came across this book last week. Saw it on my friend’s desk and I texted her to tell that I borrowed it. Something that they still teased me for not asking her first. Well, the thought of her as a good friend that made me feel okay haha.

So anyway,

I knew this book way way before I had chance to read it. However, back then, I always thought that this book would be too teenager-ish, if you know what I mean. Although I read another book by the same author, “Fangirl.”

It turned out that I only need about 4-5 hours to finish the book, since it was really, really interesting. The book is good. One of the best young adult book I’ve ever read. The sigh I let out after finishing the book is the kind I usually had when a good book has come to the ending and I, as a reader, never want it to be finished.

Eleanor was a 16 young girl, came from a deranged family. She lived in a small house with 4 siblings, her mom and her stepdad who liked to beat up her mom whenever he liked. Eleanor never had any proper clothes or nice pair of shoes or good things. She always wore hand-me-down clothes; men’s shirt, baggy jeans, and other outfits that always looked ‘crazy’ on her.

Park, on the other side, was a 16 years old boy, who loved to listen to music and wanted so bad to become invisible. Park’s mom was Korean, and he took after her mom than his dad. Park always felt that his dad disappointed at him, of how not-so-manly type he was. Although he already enrolled for taekwondo lesson since he was in kindergarten.

Eleanor and Park’s life came entangled when they had to sit next to each other in the school bus. As you may see, you get a love story from here. The girl was unhappy, bullied in school. The boy still tried to figured out what life he wanted to have. They talked to each other, they laughed, they argued, they loved each other.

Yes, this is just another love story. But no, Rainbow Rowell (that is the author) made it not cheesy as any other love story. This book made me feel attached. Silly, I know …for my age especially wkwkwkwkw.

But seriously, dude. If you want to feel how is it to be sweet and in love (again or not, I don’t know), read this.

I ended up thinking about this book for quite a long time. Some ordinary story in a nicely package.

and when I spent some times, later; watching (and re-watching) some romantic movies, that will at least, gives you the idea of the book’s effect, won’t it?

Overall, I am glad that I read this book. Been a long time since I read a really nice romantic book. Seriously.

 

Posted in Buku, Dee, Fantasi, MY FAVORITE BOOKS OF ALL TIME

Aroma Karsa

28828516_10213672727104932_6358055225116179226_o

 

Judul : Aroma Karsa

Tahun : 2018

Penulis : Dee

Penerbit : Bentang Pustaka

Genre : Fiksi/Fantasi

 

 

Baca buku teh meni ripuh!

(baca buku kok rempong banget)

 

Suami saya berkomentar, ketika sepagian ini saya berkali-kali berganti posisi duduk. Dari duduk, setengah duduk, berbaring, menyamping, terus begitu.

“Soalnya jarang-jarang bisa baca buku bagus begini, novel Indonesia lagi.” Balas saya.

Pasangan hidup saya sudah sangat paham kalau sedang memegang buku bagus, lagak saya seperti cacing kepanasan. Antara kepengen terus baca, berusaha menekan ekspektasi biar ga ketinggian (soalnya suka kecewa, hiks) dan ketakutan dengan ending.

Apa?

Ketakutan macam apa itu?

Ending sebuah tulisan, asli, sering membuat saya jeri. Baik menuliskan tulisan sendiri, atau membaca karya orang lain.

Buat saya, menuliskan sesuatu itu tidak susah, yang sulit itu menuntaskan kisah.

Berapa sering coba, ketika kita asyik membaca sebuah kisah yang hebat, kemudian ketika tiba di ending, reaksi kita adalah, “Duuuuh … kok gini sih??” atau endingnya berupa satu kata alay yang bergema di kepala “B-ajah”.

Saya adalah penggemar Dee dari sejak awal. Waktu “Kesatria, Putri dan Bintang Jatuh” terbit, saya penasaran setengah mati, karena ada begitu banyak referensi ilmiah yang Dee masukkan ke sana, yang saya tidak paham. Setelah membaca Akar, Petir, Partikel, Gelombang, akhirnya saya baru bisa merangkai apa maunya Dee. Buat saya, dia hebat sekali. Bisa membuat semacam “universe” ala-ala Marvel/ DC, menggabungkan pelbagai folklore, ilmu empiris dan dibumbui drama percintaan dan kehangatan hubungan antara manusia.

Superb!

 

Tiba di “Intelijensi Embun Pagi” (IEB) yang merupakan penutup serial “Supernova”, saya deg-degan. Sebab untuk kisah se-grande Supernova, endingnya harus semanis tanah basah dan wewangian setelah hujan.

Setelah membacanya, jujur saya katakan, ekspektasi saya ketinggian.

Meskipun IEB tetap saya nikmati, dan kuliti dari awal sampai akhir, ending yang saya harapkan berbeda dari yang Dee sajikan. Kurangnya adegan action yang saya rindukan, cerita yang greget di awal sampai pertengahan menjelang akhir, namun ditutup dengan ending yang … oh ya udah.

Maafkan saya, Mbak Dee. Saya memang pembaca yang terlalu rakus. Dikasih hati, eh mintanya jantung.

Tak lama setelah gaung IEB perlahan memudar, saya mendapat kabar tentang novel baru.

Ya ampun, produktif sekali Mbak Dewi Lestari Simangunsong ini.

“Aroma Karsa” (AK) adalah buku Dee yang ke-12. Lewat buku ini, Dee ingin menghidupkan kembali rasa deg-degan ketika dulu menantikan cerita bersambung di majalah Hai!.

Untung Dee ga bilang, “menantikan cerita bersambung di sinetron”, kalau iya, saya batal ngefans kayaknya.

AK diterbitkan pertamakali dalam bentuk digital secara bersambung. Lucu ya? Semacam “Dilan” yang dulu tayang di blognya Surayah Pidi Baiq, sebelum akhirnya dibukukan.

Saya menahan diri untuk tidak ikut-ikutan berlangganan si buku digital ini.

Mengapa?

Sebab saya ingin menikmati bukunya secara utuh dalam wujud, kertas dan sampul. Membauinya seperti kebahagiaan menikmati uang saat gajian tiba. Ehh.

Dasar Hedonis.

Kemarin siang, buku AK datang diantarkan mamang ekspedisi ke depan pintu rumah. Eksekusi membaca baru bisa saya mulai pukul 21.00 tadi malam, setelah beres mengerjakan semua tugas, baik domestik maupun profesional.

Membaca pukul 21.00 – 24.00. Saya sulit berhenti. Hanya kantuk yang kemudian membuat saya menyerah.

Pukul 08.00 pagi saya mulai lagi, di halaman 300-an.

Mulai gelisah, sebab ini buku terlalu bagus untuk diabaikan, namun saya terlalu takut untuk menghadapi ending. Tidak seperti rangkaian Supernova, yang ketika saya beres membaca “Petir” misalnya, saya tidak usah khawatir sebab nanti masih ada lanjutannya.

AK tidak, ia hanya berjumlah 696 halaman saja.

Pukul 10.30 Aroma Karsa selesai dibantai.

Saya bernapas lega.

Selamat, Mbak Dee. Kamu sudah membuatku bahagia.

Awalnya, saat membuka beberapa lembar awal, saya otomatis teringat pada Jean Baptiste Grenouille dari “Perfume: A story of a Murderer”. Kemampuannya untuk membeda-bedakan bau, sekaligus mengklasifikasikannya, terlalu mirip dengan karakter Jati Wesi di Aroma Karsa.

Saya sempat tertegun, sebab saya tak ingin penulis kesayangan saya terjebak meniru gaya penulis lainnya. Namun toh, tak ada lagi yang namanya originalitas murni di dunia ini.

Everyone is basically writing/saying/singing something that they have read/seen/listened.

Dugaan saya salah, Alhamdulillah.

Jati Wesi memang mirip Jean Baptiste Grenouille. Selebihnya, semuanya berbeda.

Sekali lagi saya terbuai dengan kisah yang Dee bangun. Membaca Aroma Karsa seperti didongengi dengan suara jernih dan lembut. Bersama berlembar-lembar halamannya, saya ikutan menyelam ke kedalaman wawasan seorang Dee. Folklore, filosofi, budaya, humanisme, kekayaan diksi. Semuanya melebur, ibarat nikmatnya makan Cheese Cake, yang baru keluar dari kulkas, lembut di mulut, meleleh di hati.

Tempo hari saya pernah menulis soal pentingnya kebiasaan membaca bagi seorang penulis. Saya yakin, Dee adalah salah satu penulis yang amat gemar membaca. Sebab semua jalinan kata yang ia kelindankan bersama-sama, membunyikan lebih dari sekadar diksi yang menarik, tema yang kuat digarap, melainkan juga luasnya pengetahuan yang Dee punya.

 

Kekuatan Dee tak hanya terletak pada cermatnya ia memilih kata, namun juga proses kawin silang yang ia lakukan ketika mengkombinasikan pelbagai genre dalam tulisan. Petualangan, romance, misteri dan filosofi kehidupan. Seakan membaca Dan Brown dengan gaya Lima Sekawan.

Pagi ini, setelah 5 jam saja menamatkan Aroma Karsa, saya bisa tersenyum dengan senang. Sebab beres membaca novel yang bagus itu, seperti mendapati tanggal merah di akhir pekan. Lega sekaligus bahagia. Tak peduli kau lagi punya duit atau tidak.

Terima kasih ya Mbak Dee.

 

*kemudian menatap buku “Origin” nya Dan Brown, yang sudah sebulan dan belum juga selesai ditamatkan.

 

Premis cerita:

Raras Prayagung, pewaris kerajaan bisnis “Kemara” sudah lama mencari-cari sesuatu yang dinamai “Puspa Karsa”. Tanaman yang diyakini memiliki aroma yang begitu memabukkan sehingga bisa menaklukan siapapun yang ia mau (mirip cincin di TLOTR).

Nasib membawa Raras berkenalan dengan Jati Wesi, pemuda liat yang besar diantara gunungan sampah TPA Bantar Gebang, Bekasi. Jati memiliki hidung sakti yang bisa memilah-milah aroma, bahkan mengklasifikasikannya. Raras percaya Jati bisa membantunya, menyibak misteri Puspa Karsa sekaligus menemukannya.

Perjalanan keduanya, kemudian juga memertemukan Jati dengan Tanaya Suma, putri satu-satunya Raras, yang sama sepertinya. Memiliki penciuman yang berbeda dari manusia pada umumnya.

 

 

Posted in Buku, Romance

Antologi Rasa

ar

gambar diambil dari sini

 

Judul : Antologi Rasa

Tahun : 2011

Penulis : Ika Natassa

Genre : Romance

 

Saya sudah mengenal Ika Natassa sebagai salah satu penulis Indonesia. Tapi saya tidak pernah terlalu tertarik baca bukunya, karena saya pikir dia sejenis Daniel Steel nya Indonesia. Baca Daniel Steel itu harus siapin tisu sekotak. Nangis mulu.

Suatu hari, beberapa bulan lalu, saya baca “The Critical Eleven” buku terbarunya Ika, itupun karena ada pelanggan yang nanya, jadi saya beli dua bukunya. Tebakan saya benar, dan juga salah. Benar secara, Ika, seperti Daniel Steel, punya bakat bikin orang baper akut. Salahnya, karena Ika ternyata ga se-menya-menye Daniel Steel. Plus, Ika memajang tokoh-tokohnya sebagai tokoh muda kosmopolitan. Muda, ganteng/cantik. kehidupan kota, konflik cinta. Klise? Ga juga sih … pinter aja Ika meramunya.

Tadi malam saya iseng mengambil buku ini. Antologi Rasa. Perkiraan saya sih, ah paling kayak si “Critical Eleven” itu. Baper ajah. Eh, saya salah lagi. This book is even better. Baper nya masih (itu kayaknya kekuatan Ika deh), tapi konflik perasaannya diperas habis-habisan. Alhasil, tisu sekotak sih ga diperlukan, tapi rasa sakit menghunjam di dada saya rasakan sepanjang membaca. Lebay memang. Tapi kayaknya itu tujuannya Ika, biar kita lebay hehehe.

Omong-omong saya beres baca buku ini dua jam saja,

Well Done, Ika.

Posted in Buku, Chicklit

Undomestic Goddess

sophie-kinsella-undomestic-goddess

Gambar diambil dari sini

 

Judul : Undomestic Goddess

Tahun : 2005

Penulis : Sophie Kinsela

Genre : Chicklit

 

Saya lagi butuh buku yang ringan, ga ngajak mikir dan lucu. Sophie Kinsela jawabannya. Bagi yang belum tahu, Kinsela adalah penulis “The Confession of a Shopaholic” yang sudah difilemkan itu. Kinsela selalu menulis mengenai perempuan masa kini yang (biasanya) punya segudang masalah, bergulat dengan perjuangan mendapatkan cinta dan dibumbui adegan slapstick sana sini yang entah kenapa pas saja.

Di buku ini, ada kisah soal Samantha Sweetings, seorang pengacara jempolan yang hidupnya sebentar lagi akan berubah, karena ia sudah digadang-gadang akan menjadi salah satu rekanan di firma hukum tempat ia bekerja. Hidupnya memang berubah, tapi tidak sebagai rekanan, melainkan pengangguran, karena ia membuat satu kesalahan kecil yang membuatnya harus rela kehilangan karir.

Dalam kebingungannya terdamparlah ia di sebuah desa di Inggris (dia naik kereta dari London), dan karena kesalahpahaman, sepasang suami istri kaya mempekerjakannya sebagai asisten rumah tangga. Yes, you heard me right. Pengacara keren, jadi pembantaian bok.

Nah, dari situ saja kalian pasti sudah tahu bahwa tujuan saya tercapai. Haha hihi sana sini saat membaca sepak terjang Samantha yang bahkan tidak tahu cara mengoperasikan oven. Baper saat ia bertemu seorang cowok di desa yang membuatnya merasa istimewa. Daan, sudah pasti happy ending lah Sophie Kinsela itu. She really made my day.

Posted in Buku, English, Romance

Divortiare – Twivortiare

Untitled-1

picture is taken from here

 

Title : Divortiare – Twivortiare

Year : 2008/2012

Writer : Ika Natassa

Genre : Romance

 

 

These are two books, yet I put them as one since they are written by the same writer and they are actually a package.

Following my satisfaction overb “Antologi Rasa” from Ika Natassa, I moved on to read these two books from her. And it turned out that “Antologi Rasa” is so much better.

I don’t know if Ika uses the same ingredient for all her books as her secret magic. For me, it is not really work. Her way of storytelling is fascinating, she really knows how to drag women to feel loved and betrayed and hated in the same way, then give this romantic feeling toward the ending. But then, it was okay for only one book, it gets dull for the second and the third and …

But, if you this type of woman (or man) who likes to be treated that way, then fine, these are your type of books, then.

As for me, I’ll read some other books, then 🙂

oh yeah, this is book review, so I maybe have to tell you a bit about the story.

So there were a couple, Alexandra and Beno. They loved each other, happily married, for while, and got divorced. After the divorce, Alex and Beno moved on with their own life but eventually their path crossed again, and voila! they still madly in love with each other.

so that’s it folks, two books to describe it.

the good thing is, you’ll love on how Ika Natassa illustrate young people with a great job and fabulous social life. And if you are the kind of person who does not really like when a writer mix up languages, then prepare, Ika uses a lot of English as much as Indonesian, which I found interesting since I can see that Ika’s English is very good. Just wondering, if all readers feel the same way.